Artikel Hubungan Internasional Teori

Neorealisme dalam Hubungan Internasional | Pengantar Ringkas

neorealisme atau realisme struktural adalah teori yang menganggap sistem internasional berpangaruh terhadap perilaku negara

Studi Hubungan Internasional (HI) merupakan disiplin yang memiliki ragam perspektif atau paradigma yang di dalamnya berisi teori sebagai alat untuk menjelaskan fenomena internasional.

Liberalisme utopia (idealisme) dan realisme klasik adalah paradigma tradisional awal dari perspektif atau paradigma realisme dan liberalisme yang bersaing dalam upaya memahami dengan lebih baik kondisi internasional pada masanya.

Realisme klasik mengkritik idealisme yang gagal dalam memahami kondisi hubungan internasional yang sebenarnya bersifat konfliktual.

Namun, studi HI terus berkembang.

Maka, muncul paradigma baru. Kemunculan itu tandanya ada sanggahan atau ketidakpuasan atas penjelasan dari cara pandang lama.

Kekurangan dari perspektif lama diisi dengan penjelasan baru. Dengan kalimat lain, realisme klasik dikembangkan sekaligus diperbarui dengan munculnya versi baru, yaitu neorealisme.

Berbagai literatur menyebut realisme struktural sebagai nama lain dari neorealisme.

Neorealisme adalah perspektif dominan dalam hubungan internasional hingga kini.

Untuk itu, Studihi akan mengulas paradigma neorealisme secara ringkas dari latar belakang kemunculan, asumsi dasar, fokus analisis hingga tokoh utama yang berkontribusi melahirkan dan mengembangkannnya dalam Hubungan Internasional.

Kemunculan neorealisme dan alasannya

Neorealisme muncul dalam studi HI ditandai dengan terbitnya buku dari Kenneth Neal Waltz berjudul Theory of International Politics pada 1979.

Sampul buku Theory of International Politics Karya Kennetz N Waltz

Latar belakang kemunculan neorealisme dilandasi oleh revolusi saintifik/behavioral dalam ilmu sosial yang lantas merembet ke ilmu politik termasuk studi HI.

Menurut Hadiwinata (2017, h. 110), revolusi saintifik/behavioral bertujuan membatasi pokok bahasan ilmu sosial kepada perilaku yang dapat diobservasi, dikuantifikasi, dan diuji secara ilmiah.

Semangat revolusi itu ialah mengembangkan ilmu sosial yang lebih saintifik dengan cara meminjam pendekatan ilmu-ilmu alam.

Dengan latar belakang situasi revolusi behavioral, neorealisme muncul dalam studi HI melalui tokoh utama: Kenneth N Waltz.

Sementara itu, alasan mengapa neorealisme muncul dalam studi HI adalah karena realisme klasik mengabaikan dimensi sistem internasional.

Baca juga:  Realisme Klasik dalam Hubungan Internasional

Maksudnya, realisme klasik menganalisis bagaimana perilaku negara menentukan sistem internasional.

Sebaliknya, neorealisme menganalisis perilaku negara-negara yang justru ditentukan atau dipengaruhi oleh sistem internasional. Dimensi sistem ini juga yang membedakan neorealisme dengan realisme klasik.

Asumsi dasar

Pada dasarnya, neorealisme juga memiliki persamaan asumsi dengan realisme klasik. Misalnya, hubungan internasional merupakan arena konfliktual dan anarki. Asumsi realisme ini juga digunakan oleh neorealisme.

Namun, yang membedakan adalah neorealisme memfokuskan pada sistem internasional.

Sistem internasional menentukan perilaku negara

Asumsi bahwa sistem internasional menentukan perilaku negara adalah ciri khas neorealisme dalam studi HI.

Sistem merupakan variabel penentu atau determinan. Pola keseimbangan kekuatan negara-negara besar menentukan atau memengaruhi politik luar negeri sebuah negara.

Fokus analisis neorealisme

Neorealisme berfokus pada politik internasional dan keamanan internasional atau regional, bukan politik luar negeri. Politik internasional berisi dinamika persaingan kekuatan antara negara-negara besar dalam upaya meraih tujuan masing-masing.

Neorealisme berbeda dengan realisme klasik yang lebih berfokus pada keamanan nasional (Hadiwinata, 2017). Dengan kalimat lain, logika neorealisme adalah analisis dari luar ke dalam (sistem internasional menentukan perilaku negara), sedangkan logika realisme adalah analisis dari dalam ke luar (perilaku negara menentukan pola sistem internasional).

Dua varian neorealisme: ofensif dan defensif

Dalam perkembangannya, terdapat dua varian neorealisme, yaitu neorealisme ofensif dan neorealisme defensif.

Kata ofensif dan defensif tercipta pertama kali dari John J. Mearsheimer dalam bukunya The Tragedy of Great Power Politics yang terbit pada 2001 (Rosyidin, 2018).

Neorealisme ofensif dalam hubungan internasional dicetuskan oleh John Mearsheimer
Sampul buku The Tragedy of Great Power Politics karya John J. Mearsheimer

Mearsheimer mengintrodusir dengan melabeli pemikirannya merupakan versi neorealisme ofensif, sedangkan neorealisme yang dikembangkan Waltz adalah neorealisme defensif.

Apa itu neorealisme ofensif?

Neorealisme ofensif

Menurut Mearsheimer (dalam Jackson & Sørensen, 2013/2014, h. 147) neorealisme ofensif adalah perspektif neorealisme yang pemikirannya bertujuan pada upaya negara-negara besar untuk melampaui negara yang berpotensi menjadi pesaing dengan tujuan akhirnya ialah mencapai status hegemon.

Baca juga:  Ruang Lingkup Hukum Perdata Internasional, Apa Saja?

Tujuan negara dalam hubungan internasional adalah untuk mencapai yang terkuat dalam sistem internasional (Rosyidin, 2018). Karena sistem internasional bersifat anarki, negara cenderung agresif untuk melakukan ekspansi wilayah atau mencari sekutu untuk mencapai tujuan.

Misalnya, anggaplah Cina adalah negara hegemon di Asia.

Amerika Serikat yang terkenal dengan negara adidaya, dalam perspektif neorealisme ofensif, akan berupaya “mengganggu” bahkan mengambil alih kekuasaan (untuk “mencapai yang terkuat”) di regional Asia yang dihegemoni Cina dengan ragam strategi, semisal menciptakan aliansi militer di kawasan Asia.

Jadi, neorealisme ofensif bersifat ekspansionis: memperluas kekuasaan untuk mencapai hegemoni kawasan.

Itulah neorealisme ofensif John J. Mearsheimer.

Neorealisme defensif

Menurut Joseph M. Grieco (dalam Lobell, 2017), negara dalam perspektif realisme defensif berupaya mempertahankan distribusi kekuasaan dan memaksimalkan keamanan serta menghindari kerugian yang muncul. Tidak perlu memperbesar wilayah kekuasaan seperti perspektif neorealisme ofensif, tetapi memaksimalkan keamanan. Kata kuncinya pengoptimalan keamanan negara.

Memperbesar atau memperluas kekuasaan, menurut neorealisme defensif, justru kontraproduktif dan membahayakan keamanan nasional (Jackson & Sørensen, 2013/2014). Lebih baik berfokus pada menjaga distribusi kekuatan agar seimbang seraya menambah postur keamanan nasional. Negara tidak perlu agresif dengan memperluas wilayah kekuasaan ke sebuah wilayah lain, misalnya.

Itulah ciri khas neorealisme neorealisme defensif.

Neorealisme defensif bertalian dengan pemikiran Waltz sebagai tokoh kunci dan juga Stephen Walt serta Joseph M. Grieco.

realisme ofensif dan realisme defensif merupakan varian dari perspektif utama neorealisme.
Neorealisme: Ofensif dan Defensif

Teori-teori neorealisme

Terdapat beberapa teori yang telah dikembangkan dalam perspektif atau paradigma neorealisme HI, yakni:

Neorealisme defensif

Teori keseimbangan ancaman (balance of threath)

Keseimbangan ancaman (balance of threath) adalah teori dalam perspektif neorealisme defensif yang dikemukakan pertama kali oleh Stephen M. Walt. Teori keseimbangan ancaman ini merupakan upaya Walt mengembangkan teori keseimbangan kekuatan sebagai alternatif. Ia menulis, “… I propose balance of threat theory as a better alternative than balance of power theory”. (Walt, 1990, p. 5).

Teori keseimbangan ancaman beranggapan bahwa negara- negara dalam sistem internasional yang anarki, sebenarnya saling menyeimbangkan ancaman dari negara lain yang dipersepsi sebagai pengancam. Bukan menyeimbangkan kekuatan.

Baca juga:  Pentingnya Diplomasi Komersial bagi Sebuah Negara

Walt (1985, p. 9) berargumen bahwa terdapat empat faktor yang memengaruhi tingkat ancaman, yakni:

  1. Aggregate power, yaitu kian besar sumber daya sebuah negara (semisal sumber daya alam yang kaya, populasi yang banyak, industri milter dan teknologi yang unggul, dan sumber kekuatan lainnya), maka kian besar pula ancaman yang berdampak ke negara lain.
  2. Proximate, yakni sebuah negara cenderung memilih beraliansi untuk menghadapi ancaman dari negara yang memiliki kedekatan geografis dengan negaranya.
  3. Offensive power, bahwa sebuah negara yang memiliki kemampuan ofensif cenderung suka memprovokasi suatu aliansi daripada negara lemah yang cenderung memilih strategi defensif lantaran tidak memiliki kemampuan ofensif.
  4. Offensive intentions merujuk pada sebuah negara yang agresif cenderung memprovokasi negara lain dengan tujuan agar negara tersebut mengimbangi ancaman.

Melihat teori keseimbangan ancaman di atas, dapat kita analisis perilaku negara-negara di sebuah kawasan tertentu berdasarkan empat tingkat ancaman.

Tokoh utama

Tokoh utama neorealisme di antaranya:

  1. Kenneth N. Waltz
  2. John J. Mearsheimer
  3. Robert Gilpin
  4. Stephen M. Walt
  5. Dale C. Coopeland
  6. Robert Jervis
  7. Joseph M. Grieco
  8. Stephen van Evera
  9. William C. Wohlforth.

Kesimpulan

Pada akhirnya, kita sudah memahami apa itu, latar belakang, alasan, asumsi dasar, fokus analisis, teori dan tokoh utama neorealisme dalam studi Hubungan Internasional.

Neorealisme muncul dengan semangat revolusi behavioral atau saintifik dalam ilmu sosial. Ia hendak membuat teori Hubungan Internasional agar lebih bersifat ilmiah.

Sistem internasional merupakan determinan telah menjadi asumsi dasar neorealisme. Politik internasional/regional dan keamanan internasional/regional merupakan fokus analisis neorealisme. Realisme ofensif dan defensif yang diperkenalkan Mearsheimer juga telah diulas.

Itulah ulasan singkat tentang tentang neorealisme dalam studi HI.


Referensi

  • Jackson, R., & Sørensen, G. (2014). Pengantar studi hubungan internasional: Teori dan pendekatan (Edisi kelima, D. Suryadipura & P. Suyatiman, Penerjemah). Pustaka Pelajar. (Karya asli diterbitkan 2013)
  • Hadiwinata, B. S. (2017). Studi dan teori hubungan internasional: Arus utama, alternatif, dan reflektivis. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
  • Lobell, S. E. (2017) Structural realism/offensive and defensive realism. In Oxford Research Encyclopedias. https://doi.org/10.1093/acrefore/9780190846626.013.304
  • Rosyidin, M. (2018). 20 buku hubungan internasional paling berpengaruh. Deepublish.
  • Walt, S. M. (1985). Alliance Formation and the Balance of World Power. International Security, 9(4): 3—43. https://doi.org/10.2307/2538540
  • Walt, S. M. (1990). The origins of alliances. Cornel University Press.
Bagikan ini:

Tentang Penulis

Seorang penulis konten web dan peresensi buku. Dia lulusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Jayabaya, Jakarta, Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *